Tarekat Rifa'yah-Biografi Sayid Ahmad Al-Rifa'i
Menurut Imam Jalaluddin al-Suyuti, Imam Rifa`i ini menyandang mandat (ijazah) tharîqah dari (1)Syaikh Ahmad al-Wasithi al-Qârî, dari (2)Syaikh Abil Fadhal bin Kamikh al-Kâmakhâni, dari (3)Syaikh Ghulam bin Tarakkân, dari (4)Syaikh Abi Ali al-Rauzabati, dari (5)Syaikh `Ali al-‘Ajami, dari (6)Syaikh Abi Bakar al-Syibli, dari (7)Imam Abul Qasim al-Junaidi aI-Baghdadi, dari (8)Imam as-Sari as-Saqathi, dari (9)Imam Abi Mahfud al-Karkhi, dari (10)Syaikh Imam Dawud al-Thâ’i, dari (11)Syaikh Habib al-Ajami, dari (12)Syaikh Imam Hasan al-Bishri, dari (13)Suami al-Batûl, dan anak dari paman Rasûlullâh, Maulana Amiril Mu’minin al-Imam Ali bin Abi Thalib Krw., dari (14)Sayyidil Makhluqin wa Imamin Nabiyyin wal Mursalin Sayyidina Muhammadin Saw., (Qawa`id al-Mar`iyah fi Ushul al-Tharîqah al-Rifa`iyah, halaman: 107).
Beliau juga menyandang mandat Tharîqah dari pamannya (1)Sayyid Syaikh Manshur al-Batha’i al-Robbani, dari pamannya (2)Syaikh Abil Manshur al-Thayyib, dari (3)Syaikh Abi Sa`id Yahya al-Bukhari al-Wasithi, dari (4)Syaikh Abi Ali al-Qurmuzi, dari (5)Syaikh Abil Qasim al-Sundusi al-Kabir, dari (6)Syaikh Abi Muhammad Ruwaim al-Baghdadi, dari (7)Syaikh Abil Qasim al-Junaidi, dari (8)Syaikh Sari al-Saqathi, dari (8)Syaikh Ma’ruf ibn Fairuz al-Karkhi, dari (9)Imam Ali bin Musa al-Ridha, dari ayahnya (10) Imam Musa al-Kadzîm dari ayahnya (11) Imam Ja’far al-Shâdiq, dari ayahnya (12)Imam Muhammad al-Baqir dari ayahnya (13)Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin, dari (14)al-Imam Amiril Mu’minin Asadullah Sayyidina Ali bin Abi Thalib Krw., dari (15)Rasûlullâh Saw., (Qawa`id al-Mar`iyah fi Ushul al-Tharîqah al-Rifa`iyah, halaman: 107 dan Thabâqat al-Kubra, halaman: 200).
Imam Rifa`i sering melihat Nur kebesaran Allâh Swt. Ketika hal itu terjadi, maka dirinya meleleh seperti genangan air. Maka berkat Rahmat Allâh Swt., kemudian mengeras sedikit demi sedikit hingga kembali ke wujud semula. Ia berkata pada santri-santrinya, “Sekiranya bukan karena kemurahan Allâh Swt., niscaya aku tidak akan kembali pada kalian“. Di dalam kitab Thabâqat karya Abdul Wahab Ibnu as-Subki terdapat kisah, bahwa ada seekor kucing yang tidur di lengan baju Imam Rifa`i, Ketika waktu shalat tiba, ia menggunting lengan bajunya dengan pelan-pelan agar tidak membangunkan si kucing. Seusai shalat dan si kucing telah bangun dari tidurnya, ia jahit lengan bajunya sehingga tersambung kembali, (Thabâqat al-Kubra, halaman: 204).
Imam Rifa`i pernah mengambil air wudhu’ pada musim dingin, ketika terlihat ia sedang meluruskan lengan tangannya dalam waktu yang cukup lama dan tidak menggerakkan sama sekali, lalu ada seorang mu`adzin bernama Ya`qub mendatanginya dan langsung mencium tangannya. “Ya’qub, engkau telah mengganggu si lemah ini“, kata Imam Rifa`i seraya menunjuk sesuatu yang berada di lengannya. “Apakah itu?” Tanya Ya’qub. “Ada seekor nyamuk yang sedang menikmati rezekinya dari lenganku. Karena engkau mencium tanganku, nyamuk itu pergi”, jawab Imam Rifa`i. Di antara kata-kata Imam Rifa`i yang terkenal, “Aku telah mencoba menempuh semua jalan menuju kepada Allâh Swt. Namun aku tak menemukan jalan yang lebih mudah, lebih dekat dan lebih pantas selain dari kefakiran, kehinaan dan susah“, (Nûr al-Abshâr, halaman: 253).
Dalam kitab Thabâqat karya Imam al-Sya`rani diterangkan bahwa Imam Rifa`i selalu memulai salam kepada setiap orang yang dijumpai sampai kepada seekor hewan atau anjing sekalipun. Bila mendengar kabar adanya orang sakit, ia akan menjenguknya meski orang yang sakit tersebut tinggal di tempat yang jauh. Ia akan kembali dari menjenguk orang yang sakit tersebut setelah satu hari atau dua hari, (Thabâqat al-Kubra, halaman: 203).
Diantara kata-kata Imam Rifa`i yang terkenal; “Di antara tanda tenang bersama Allâh Swt. adalah merasa resah bersama orang-orang kecuali para wali. Sebab tenang bersama mereka (para wali) berarti tenang bersama Allâh Swt”. Selain itu ia pernah berkata, “Sesuatu yang lebih dekat dengan murka Allâh Swt. adalah melihat (dengan perasaan bangga) pada diri sendiri, tingkah laku dan amalnya. Yang lebih parah dari itu adalah meminta imbalan atas amal (ibadah)”. Diantara karamah Imam Rifa`i adalah ketika sedang mengajar di atas kursinya, maka orang yang jauh sekalipun akan mendengar seperti berada di dekatnya. Bahkan, semua penduduk desa sekitar pun turut mendengar seperti berada di tempat pengajiannya sekalipun orang tuli juga bisa mendengar pengajiannya, meski hanya ucapannya saja.
Sebelum meninggal dunia Imam Rifa`i menderita sakit perut. Dalam keadaan demikian, ia mengeluarkan kotoran (berak) setiap hari seperti biasanya selama sebulan lamanya. Ia ditanya akan hal itu, “Dari mana asal semua (kotoran) ini, sedangkan Engkau tidak pernah makan atau minum selama 20 hari?” Ia menjawab, “Ini semua berasal dari dagingku, tapi sekarang dagingku telah habis dan hanya tinggal otakku. Sekarang dari otak yang akan keluar, besok aku akan berangkat menuju Allâh Swt”. Setelah itu keluar kotoran putih dua atau tiga kali, lalu ia wafat pada waktu dhuhur yakni pada hari Kamis 12 Jumadil Ula tahun 578 H. Kalimat terakhir yang beliau ucapkan adalah;
أَشْهَدُ أَنْ لَآإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Pada hari meninggalnya banyak sekali orang yang melayat. Ia
dikebumikan di kuburan Yahya al-Bukhari, (Thabâqat al-Kubra, halaman:
206)
Komentar
Posting Komentar
tinggalkan komentar di sini